
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia "panas" melihat keberhasilan China mengembangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) DeepSeek. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan tak ingin ketinggalan dan mengaku merekrut beberapa anak muda Indonesia untuk menciptakan AI tandingan DeepSeek dan ChatGPT milik OpenAI.
DeepSeek merupakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI) berbasis chatbot yang dikembangkan perusahaan asal China. Biaya pengembangan DeepSeek hanya 6 juta Dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp97,8 miliar.
Keberhasilan DeepSeek sebagai teknologi AI baru yang menggemparkan dunia membuktikan China lebih mampu mengembangkan teknologi canggih yang melampaui pesaingnya.
Biaya pengembangan Deepseek jauh lebih minimal dibanding pesaingnya ChatGPT yang dikembangkan OpenAI. Biaya pengembangan ChatGPT 10 kali lebih mahal dibanding DeepSeek, yakni sekitar Rp1 triliun.
Namun, di balik rencana Luhut mengembangkan AI tandingan DeepSeek dan ChatGPT, masyarakat perpajakan Indonesia maupun warganet di media sosial terus mengingatkan realisasi penggunaan aplikasi sistem perpajakan Coretax yang dibuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Pembuatan aplikasi sistem perpajakan Kemenkeu, Coretax sudah menghabiskan anggaran Rp1,2 triliun. Namun, aplikasi ini masih terus mengalami error dan dikeluhkan para wajib pajak.
Biaya pembuatan aplikasi yang sangat besar menuai sorotan warganet alias netizen di media sosial. Tidak sedikit yang membandingkannya dengan aplikasi lain yang lebih mengglobal.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: