
FAJAR.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Habiburokhman mengklaim Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan produk perundang-undangan paling partisipatif.
Habiburokhman kemudian melontarkan bantahan atas tudingan, terkait pembahasan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang diisukan tertutup serta digelar secara tidak transparan.
”Justru ini pembahasan paling partisipatif dan transparan. Kami lakukan rapat-rapat terbuka, bahkan live streaming (siaran langsung),” kata Habiburokhman, dikutip Minggu, (20 April 2025).
Menurutnya, Komisi Hukum DPR menggelar sejumlah kegiatan sosialisasi dan diskusi publik soal RUU KUHAP, salah satunya seminar daring yang berhasil menarik 7.300 peserta.
Selain kegiatan sosial, komisi yang membidangi penegakan hukum ini mengaku telah melakukan delapan kali penyerapan aspirasi, di antaranya bersama dengan Mahkamah Agung, akademikus, organisasi masyarakat sipil, hingga advokat.
Berdasarkan pembahasan KUHAP, DPR pada awalnya menyatakan, bahwa akan melanjutkan pembahasan tentang perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana itu setelah masa reses Lebaran 2025.
Namun, keputusan itu berubah. Habiburokhman selaku politikus Partai Gerindra mengumumkan pembahasan RUU KUHAP akan dilakukan pada masa sidang berikutnya
"Kami bersepakat (RUU KUHAP) belum di masa sidang saat ini, kami hold dulu kemungkinan besar (dibahas) baru di masa sidang mendatang," ujarnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: