Juru Bicara PDIP, Mohamad Guntur Romli.
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto telah diberikan pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto pada Senin (10/11).
Meski gelar Pahlawan Nasional tersebut kini resmi melekat pada Soeharto, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) masih tetap menyatakan penolakannya atas pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
Hal tersebut disampaikan Politikus PDIP, Guntur Romli menyatakan penolakan itu sebagai bentuk konsistensi partai terhadap semangat Reformasi 1998.
"Bagi kami pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto, itu sama saja dengan pengkhianatan terhadap Reformasi '98," ujar Guntur Romli dalam pernyataannya, Selasa (12/11).
Guntur mempertanyakan logika di balik wacana tersebut dengan menyoroti kontradiksi sejarah yang timbul.
"Bagaimana mungkin Marsinah dan Gus Dur yang menjadi sasaran kekerasan di era Orde Baru, pelaku (Soeharto) dan korbannya sama-sama ditempatkan sebagai pahlawan?" katanya.
Ia menegaskan bahwa langkah yang seharusnya diambil pemerintah adalah menagih ganti rugi triliunan rupiah kepada ahli waris Soeharto berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bukan memberikan gelar kehormatan.
"Pemberian pahlawan bagi Soeharto bertentangan dengan proses hukum, akal sehat dan nurani bangsa," tegas Guntur.
Lebih lanjut, Guntur merinci apa yang disebutnya sebagai sembilan dosa terbesar Soeharto, di mana praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) justru menempati urutan terakhir.
Menurutnya, dosa terbesar Soeharto adalah menjadi kolaborator CIA, melakukan rekoloinalisasi dengan tunduk pada kepentingan asing, pembunuhan ideologi, dan penghancuran karakter bangsa.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































