
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tokoh Nadhlatul Ulama, Umar Hasibuan tak henti-hentinya mengkritik ancaman kembalinya dwifungsi militer melalui revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dia mengungkit sejarah panjang orde baru dimana kala itu militer punya kekuasaan luas hingga demo dimana-mana menuntut Soeharto mundur dari kursi presiden.
Apalagi saat itu, tercatat setidaknya empat mahasiswa yang meninggal dalam tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998.
Mereka diantaranya Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, Hendriawan Sie. Belum yang lainnya luka-luka.
“Apa gunanya dulu demo lengserin Soeharto sampai mahasiswa meninggal dengan isu tolak KKN dan hapus dwifungsi ABRI?,” kata Umar Hasbi dikutip akun X pribadinya, Selasa, (18/3/2025).
Menurutnya dengan gencarnya pemerintah ingin melakukan revisi UU TNI yang menuai pro kontra publik itu terkesan membuat reformasi telah tamat.
“Reformasi sudah tamat riwayatnya,” tandas Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sementara itu, aktivis Dandhy Laksono menyebut RUU TNI ini memiliki unsur Dwifungsi. Menurutnya ada beberapa konteks Sosial dan Politik di dalamnya.
“Kalau bilang di RUU TNI tak ada pasal Dwifungsi, ya naif. Ada konteks Sospol,” tulisnya.
Konteks sospol yang dimaksud diantaranya Presiden Prabowo Subianto ingin balancing parcok dan ingin jumlah Kodam sesuai provinsi.
Selain itu 100 batalyon "pembangunan" dan membuat tafsir "pertahanan" sampai ke food estate dan MBG hingga 200 perwira kursus bisnis.
Dia menyatakan, tidak mungkin ada yang secara terang-terangan meminta pengesahan fraksi TNI di DPR.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: