Muliadi Saleh, Esais Reflektif & Direktur Eksekutif Lembaga SPASIAL
Oleh: Muliadi Saleh, Esais Reflektif & Direktur Eksekutif Lembaga SPASIAL
Di jantung New York yang tak pernah tidur, di antara hiruk pikuk ambisi dan denting waktu yang berpacu, muncul seorang lelaki muda yang bicara dengan tenang namun menggugah: Zohran Mamdani. Namanya mungkin tak sepopuler para bintang layar atau penguasa media, tapi gema langkahnya terdengar sampai jauh—dari Harlem hingga dunia Islam, dari parlemen lokal hingga hati nurani kemanusiaan global.
Zohran hadir bukan untuk mengguncang kota, melainkan untuk menggetarkan kesadaran. Ia tak datang membawa slogan kosong, tetapi nilai. Ia tak berteriak, tapi suaranya menembus kebisuan politik yang lama menutup ruang bagi keadilan sosial. Sebagai anggota parlemen negara bagian New York, darah imigran Uganda dan warisan intelektual ayahnya, Mahmood Mamdani—seorang pemikir postkolonial terkemuka—membentuk jati dirinya: kritis, reflektif, dan teguh pada nilai kemanusiaan.
Dalam dirinya, kita menyaksikan pertemuan dua dunia: Timur yang menanamkan makna dan Barat yang menuntut makna itu diuji dalam praksis. Zohran adalah anak zaman global, tetapi jiwanya menolak tunduk pada arus yang memisahkan iman dari kemanusiaan. Ia bicara tentang hak kaum pekerja, tentang keadilan bagi Palestina, tentang keharusan moral bagi Amerika untuk menatap cermin sejarah kolonialisme dan rasisme. Semua itu ia lakukan bukan sebagai aktivis yang berteriak di jalan, tetapi sebagai negarawan muda yang membawa semangat madani ke jantung demokrasi modern.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































