Made Supriatma: Kalau Soeharto Dianggap Pahlawan, Ya Silakan! Ambil Saja Semuanya

16 hours ago 5
Peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute, Made Supriatma

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute, Made Supriatma, turut merespons kontroversi wacana penetapan Presiden RI ke-2, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.

Seperti diketahui, hal ini kembali mencuat menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November. Made mengatakan, isu ini selalu berulang setiap tahun.

“Kontroversi untuk menjadikan Suharto sebagai pahlawan nasional muncul setiap mendekati bulan November. Ini karena 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan,” ujar Made di Facebook pribadinya, dikutip pada Jumat (31/10/2025).

Ia kemudian melontarkan kritik menohok terhadap cara negara memberikan gelar pahlawan.

“Saya tidak tahu apa guna menobatkan orang menjadi pahlawan. Negara ini sudah kayak agama saja,” katanya.

Made lalu membandingkan dengan proses kanonisasi dalam Gereja Katolik.

“Gereja Katolik memberikan gelar santa/santo kepada orang-orang yang dianggap kudus. Tentu, dengan penyelidikan yang ketat, termasuk pembuktian ada dua mukjizat terjadi karena berdoa kepada orang yang dinobatkan sebagai santa/santo itu," sebutnya.

Ia melihat, negara ini ingin bertindak yang sama seperti Gereja katolik memberikan kanonisasi santa atau santo. Namun, kata Made, ada perbedaan besar antara keduanya.

“Hanya saja ada beda yang besar. Kalau pahlawan, itu tergantung dari politik negara tersebut. Siapa yang menang, dia yang berhak menentukan siapa yang jadi pahlawan,” tegasnya.

Dikatakan Made, dalam pemerintahan yang disebutnya neo-Orba, hal itu semakin terlihat jelas.

“Dalam pemerintahan neo-Orba, siapa yang pantas jadi pahlawan? Ya jelas rejim Orba-lah. Tidak sulit untuk memahaminya. Saya paham itu. Juga tidak ada keberatan saya. Kita katanya punya sistem demokrasi,” ucapnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |