TNI di Jabatan Sipil, Pakar Hukum Ingatkan Risiko Demokrasi Otoriter

4 hours ago 3
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum Bivitri Susanti menyoroti bahaya militerisme dalam pemerintahan melalui unggahan di media sosial. 

Dikatakan Bivitri, sistem komando yang menjadi ciri khas militer tidak kompatibel dengan prinsip-prinsip demokrasi yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. 

“Militerisme dalam pemerintahan tidak kompatibel karena militer pasti sistem komando," ujar Bivitri di Instagram Storynya (16/3/2025). 

Tambahnya, tentara memang dilatih untuk bertempur. Jika mereka masuk pemerintahan, maka akan top down dalam mengambil keputusan. 

"Kita mau bottom-up, tidak partisipatif, tidak transparan, dan sangat mungkin tidak akuntabel,” Bivitri menuturkan. 

Bivitri menjelaskan bahwa militer memiliki cara berpikir dan bertindak yang dirancang untuk pertahanan dan keamanan, bukan untuk mengelola pemerintahan yang demokratis. 

Ia menegaskan bahwa tugas konstitusional militer adalah menjaga pertahanan negara, dan sebaiknya tetap fokus pada peran tersebut. 

“Kenapa? Itu tadi, karena cara tentara berpikir dan bertindak memang untuk defense. Dan memang bagus karena itulah tugas konstitusional mereka. Just stay there,” tambahnya. 

Bivitri mengingatkan bahwa sistem komando yang hierarkis dan tertutup dapat menghambat partisipasi publik dan transparansi dalam pengambilan keputusan. 

Lebih lanjut, Bivitri juga menyoroti pentingnya mempelajari sejarah kemerdekaan Indonesia untuk memahami mengapa militerisme dalam pemerintahan perlu diwaspadai. 

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |