KOPDES dan BUMDes, Kolaborasi Perubahan di Hari Koperasi Nasional

9 hours ago 9
Dr (c) Irfan Kharisma Putra, S.AB.,M.AB.,C.DM.,C.PS.,CSEM

Oleh: Dr (c) Irfan Kharisma Putra, S.AB.,M.AB.,C.DM.,C.PS.,CSEM

FAJAR.CO.ID, OPINI -- Hari Koperasi Nasional yang diperingati setiap 12 Juli bukan sekadar tonggak sejarah. Ia adalah pengingat abadi bahwa kekuatan ekonomi Indonesia harus bertumpu pada keringat rakyat, bukan dikendalikan oleh segelintir oligarki atau pasar global yang tak berpihak. Tahun ini, semangat koperasi rakyat mendapat energi baru dari gagasan besar Presiden Prabowo Subianto: menghadirkan Koperasi Desa Merah Putih (KOPDES) sebagai simpul kebangkitan ekonomi berbasis desa.

Presiden Prabowo menegaskan, desa tidak boleh terus menjadi objek belas kasihan pembangunan. Desa harus bangkit sebagai subjek kedaulatan ekonomi, dan koperasi menjadi instrumen strategis untuk mewujudkannya. KOPDES diusung bukan hanya sebagai lembaga formal, melainkan sebagai gerakan nasional untuk menyatukan kekuatan BUMDes, petani, nelayan, dan pelaku UMKM desa dalam satu ekosistem kolaboratif yang kuat, mandiri, dan berdaulat.

Namun semangat besar itu tidak boleh hanya berhenti sebagai jargon politik. Ia harus dikawal secara struktural dan kultural. Sebab, realitas di lapangan menunjukkan bahwa dari 65.941 BUMDes yang ada, hanya 29 persen yang telah berbadan hukum (Kemendesa PDTT, 2024). Sebagian besar BUMDes masih menghadapi tantangan mendasar: minim tata kelola, lemah akses pembiayaan, hingga tersendat dalam pemasaran. Jika KOPDES dibangun dengan pendekatan elitis, birokratis, atau eksploitatif, maka semangat kemandirian desa hanya akan menjadi slogan yang digantung di baliho, bukan kekuatan yang hidup di bumi desa.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |