Adi Arwan Alimin dan Mirawati. (IST)
Oleh: Adi Arwan Alimin
(Masyarakat Sejarawan Indonesia Sulawesi Barat)
Sejarah Indonesia di ruang kelas menghadapi tantangan epistemologis fundamental. Dominasi narasi sentralistik telah mengabaikan potensi sejarah lokal sebagai sumber pembelajaran bermakna. Artikel ini mengkaji integrasi kearifan lokal dalam pembelajaran sejarah melalui studi kasus Sulawesi Barat, menawarkan kerangka teoretis dan strategi implementatif yang sistematis.
Catatan ini hendak menunjukkan bahwa integrasi kearifan lokal bukan sekadar diversifikasi konten, melainkan transformasi paradigmatik yang menempatkan lokalitas sebagai episteme pembelajaran sejarah yang valid dan produktif.
Pembelajaran sejarah di Indonesia mengalami apa yang dapat disebut sebagai alienasi geografis-kultural. Kondisi di mana peserta didik menguasai narasi historis yang secara spasial dan kultural jauh dari pengalaman hidup mereka, sementara mengalami ketidaktahuan terhadap sejarah lokal yang membentuk identitas komunitas mereka.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan teknis-kurikuler, melainkan mencerminkan struktur epistemologis pendidikan yang mewarisi logika sentralisasi kolonial.
Dimensi berkebinekaan global secara implisit mengakui urgensi reposisi lokalitas dalam pendidikan. Premis dasarnya pemahaman terhadap keberagaman global hanya dapat dibangun di atas fondasi pengenalan mendalam terhadap keberagaman lokal.
Namun, operasional prinsip ini dalam praktik pembelajaran sejarah masih menghadapi berbagai kendala, seperti keterbatasan sumber rujukan, minimnya kompetensi guru dalam metodologi sejarah lokal. Serta absennya framework integrasi yang sistematis.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































