
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pimpinan Pusat Muhammadiyah melarang Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) memberikan gelar profesor. Itu mendapat apresiasi.
Salah satunya dari Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga, Henri Subiakto. Ia menyampaikan rasa hormatnya.
“Appresiasi dan hormat saya pada kebijakan pimpinan Pusat Muhammadiyah yang melarang seluruh Universitas di bawah naungan organisasi ini memberikan gelar Profesor Kehormatan,” kata Henri dikutip dari unggahannya di X, Jumat (11/4/2025).
Menurutnya, hal tersebut yang membedakan PTMA dengan kampus lainnya.
“Inilah yang membedakan komitmen moralitas akademik lingkungan Muhammadiyah dengan yang lain,” ujarnya.
Ia menilai bukan lagi rahasia umum, bahwa banyak kampus swasta dan negeri memberi gelar profesor. Kehormatan kepada pejabat dan tokoh di Indonesia.
“Bukan rahasia umum, sekarang banyak Universitas Swasta maupun Negeri begitu mudah memberikan gelar atau jabatan akademik berupa Profesor Kehormatan kepada pejabat atau tokoh tokoh negeri ini,” ucapnya.
Bahkan, hal tersebut juga terjadi di perguruan tinggi yang berbau keagamaan. Ia tak menyebut spesifik yang ia maksud.
“Banyak Universitas berbau keagamaan yang terkenal sering mengukuhkan tokoh atau pejabat publik sebagai Profesor Kehormatan di lingkungannya,” ujarnya.
Karenanya, perintah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir agar tak memberi gelar profesor kehormatan, menurutnya contoh nyata penghormatan terhadap jabatan akademik.
“Bukan seperti yang sering terjadi, “dijual murah lewat transaksi ekonomi maupun traksaksi politik” antara pihak kampus dengan sang tokoh,” imbuhnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: