Lailatul Qadr Bisa Kapan Saja?, Sebuah Perspektif Memaknai Malam Seribu Bulan

11 hours ago 2
Muliadi Saleh, Alumni Pesantren IMMIM, Pengurus DPP IAPIM, Ketua DKM Masjid Fatimah

Oleh : Muliadi Saleh, Alumni Pesantren IMMIM, Pengurus DPP IAPIM, Ketua DKM Masjid Fatimah

ADA satu malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Malam yang dirindukan oleh para pencari cahaya, yang diimpikann oleh pendamba  keberkahan. Malam di mana langit bersujud lebih dekat, di mana rahmat turun bagaikan hujan yang tak terlihat, di mana doa-doa melesat tanpa penghalang.

Malam itu bernama Lailatul Qadar—sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam di mana cahaya Tuhan menembus batas waktu dan ruang, menyentuh mereka yang hatinya terbuka untuk menerima keberkahan. Sebuah rahasia Ilahi yang tersimpan dalam kegelapan, namun bercahaya bagi siapa pun yang mampu merasakan kehadirannya.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Qadr (97:1-5):

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar."

Ayat ini menyiratkan bahwa Lailatul Qadar bukan sekadar peristiwa historis, tetapi realitas spiritual yang terus berlangsung. Ia adalah malam yang penuh rahmat, di mana keheningan bukan sekadar sunyi, tetapi ruang bagi jiwa untuk berbicara dengan Tuhannya

Lailatul Qadar dalam Pandangan Para Sufi: Sebuah Pertemuan dengan Cahaya Ilahi

Bagi para sufi, Lailatul Qadar bukan hanya hitungan waktu dalam kalender Ramadan, tetapi sebuah dimensi spiritual yang melampaui ruang dan waktu. Mereka melihatnya sebagai momen penyatuan antara ruh manusia dengan cahaya Tuhan, saat tabir duniawi tersingkap dan hakikat kebenaran menjadi nyata.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |