Aktivis perempuan Ida N Kusdianti
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis perempuan, Ida N Kusdianti, berbicara mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil.
Dikatakan Ida, putusan tersebut menjadi titik penting yang mengguncang kenyamanan struktur kekuasaan di tubuh Polri sekaligus membuka ruang baru bagi reformasi kepolisian.
“Putusan MK ini ibarat badai yang menghantam tembok besar yang meluluhlantakkan kenyamanan di tubuh Polri," ujar Ida kepada fajar.co.id, Selasa (18/11/2025).
Ida menilai, selama bertahun-tahun celah hukum memungkinkan sejumlah perwira aktif mengisi posisi strategis di lembaga pemerintahan tanpa melepas status sebagai anggota Polri.
"Selama bertahun-tahun, celah hukum membiarkan polisi aktif duduk manis di jabatan sipil," ucapnya.
Kondisi itu, kata dia, berkembang menjadi budaya privilese yang sulit disentuh. "Situasi absurd yang dibiarkan tumbuh lalu menjelma menjadi budaya, budaya privilege,” imbuhnya.
Dengan ditutupnya ruang rangkap jabatan, Ida menyebut para pejabat yang sebelumnya berada di “dua kaki” kini dipaksa memilih.
“Tetap menjadi polisi, atau tetap mempertahankan kekuasaan sipilnya. Tidak bisa lagi dua-duanya. Ini bukan sekadar masalah administrasi. Ini pembongkaran struktur kekuasaan yang selama ini tumbuh tanpa kontrol,” kata Ida.
Lanjut Ida, putusan MK juga menjawab pertanyaan publik terkait praktik aparat penegak hukum yang merangkap posisi pengambil kebijakan sekaligus pengelola anggaran negara.
“Sejak kapan negara membiarkan aparat penegak hukum merangkap peran sebagai pejabat pemerintahan, pengendali anggaran, sekaligus aktor politik? Sejak negara abai," tukasnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

















































