Analisis Percakapan Publik Terkait Bencana di Sumatera, Ismail Fahmi: Kebanjiran Air, atau Sedang Banjir Ketidakadilan?

6 days ago 21
Tumpukan kayu yang dibawa arus banjir

Fajar.co.id, Jakarta -- Founder of Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menyampaikan hasil analisisnya terkait banjir dan longsor yang menimpa tiga provinsi di Pulau Sumatera yakni Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

Melalui akun media sosialnya, Rabu (3/12/2025), Ismail Fahmi menyampaikan, banjir mungkin datang dari langit, tapi kemarahan publik datang dari bawah. Dari lumpur, dari jalan-jalan terputus, dari warga yang berteriak minta tolong sementara negara sibuk berdebat soal status bencana nasional. Dan di balik semua itu, satu pertanyaan menggantung di udara. Apakah Aceh dan Sumatera sedang kebanjiran air, atau sedang kebanjiran ketidakadilan?

Bencana Besar yang Membuka Luka Politik Lama

Laporan Drone Emprit menunjukkan betapa besar skala bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Antara 25–29 November 2025 saja, percakapan publik mencapai 102.599 mentions dengan 382 juta interaksi, mayoritas dari X/Twitter dan TikTok. Di lapangan, kerusakan sangat masif. Jembatan putus, jalan nasional lumpuh, puluhan kecamatan terisolasi, dan korban jiwa melonjak hingga 303 orang pada 29 November.

Tetapi data ini mengungkap sesuatu yang lebih besar dari bencana. Kemarahan terhadap persepsi ketidakadilan politik.

Di media sosial, sentimen negatif mencapai 35–46%, didorong oleh narasi:

  • Penolakan pemerintah menetapkan status bencana nasional
  • Isu Jawa-sentrisme dalam penanganan bencana
  • Tuduhan bahwa izin tambang & sawit adalah akar kerusakan ekologis
  • Persepsi bahwa Sumatera diabaikan karena bukan Jawa

Tagar seperti #SaveOrangUtanTapanuli dan kritik terhadap deforestasi masif semakin mempertegas bagaimana publik melihat bencana ini bukan lagi sebagai musibah alam, tetapi kejahatan ekologis.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |