
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk tidak berpidato dalam Upacara HUT ke-80 Republik Indonesia di Istana Merdeka menjadi pembicaraan publik.
Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia, mengatakan bahwa langkah tersebut bukan sekadar teknis karena sudah menyampaikan pidato kenegaraan di MPR, melainkan sinyal politik yang kuat.
Dikatakan Heru, mestinya seorang kepala negara menyampaikan pidato kebangsaan dengan penuh semangat di momen bersejarah seperti HUT RI.
“Prabowo mestinya berpidato menyala-nyala, gebrak-gebrak meja, menangkap koruptor dan memenjarakannya. Tiba-tiba yang dilakukan justru menanggalkan pidato dalam peringatan HUT ke-80 di Istana Merdeka. Ini anomali,” kata Heru kepada fajar.co.id, Minggu (17/8/2025).
Heru menilai, keputusan itu terkait dengan situasi politik dan kinerja pemerintahan yang belum menjawab ekspektasi publik selama 10 bulan terakhir.
“Prabowo sudah sadar sekali bahwa masyarakat melihat banyak kegagalan. Dia tidak berani lagi memastikan visi-misinya berjalan sesuai rencana awal. Bahkan sudah tidak mungkin lagi menerima kritik pedas,” ucapnya.
Heru menyebut kritik dan desakan publik, bahkan hujatan, membuat Prabowo memilih diam agar tidak menimbulkan blunder politik baru.
“Pada akhirnya Prabowo memastikan mereka (masyarakat) menyadari bahwa pemerintah belum bisa kerja maksimal, tidak bisa kerja apa-apa, bahkan lamban merespons soal ekonomi, penegakan hukum, dan isu krusial lainnya,” tegasnya.
Ia menambahkan, keputusan untuk bungkam dalam upacara HUT justru mencerminkan kondisi bangsa saat ini yang jauh dari cita-cita keadilan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: