
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- PSM Makassar datang ke musim baru Super League 2025/2026 dengan ekspektasi besar. Status sebagai mantan juara dan komposisi pemain potensial membuat publik yakin Pasukan Ramang bakal langsung melesat ke papan atas.
Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Dua laga sudah dilalui, tapi empat poin yang semestinya bisa dikantongi justru melayang, meninggalkan kekecewaan di kalangan suporter.
Ritme permainan PSM sejak awal memang tampak pincang. Persiapan yang minim sejak masa pramusim menjadi akar persoalan. Ketika tim lain sudah menata skuad dengan matang, PSM justru terjebak dalam masalah yang lebih rumit.
FIFA menjatuhkan larangan transfer sekaligus pendaftaran pemain baru, membuat Bernardo Tavares harus memutar otak.
Sang pelatih bahkan menyiapkan skenario darurat dengan membagi skuad ke dalam empat kelompok berbeda.
Semua itu dilakukan semata-mata untuk berjaga-jaga, seandainya sanksi belum dicabut ketika kick off Super League dimulai. Kekhawatiran itu akhirnya benar-benar terjadi.
Laga perdana melawan Persijap Jepara menjadi bukti nyata. PSM yang seharusnya bisa tampil dengan kekuatan penuh, justru dipaksa menurunkan skuad mayoritas berusia U-23.
Meski sempat unggul lebih dulu, kemenangan yang sudah di depan mata sirna setelah gol penyeimbang lawan lahir di detik-detik terakhir pertandingan.
Hasil imbang itu terasa seperti pukulan telak. Bukan hanya karena kehilangan dua poin penting, tetapi juga karena publik sadar bahwa start PSM di musim ini tidak akan semulus yang dibayangkan. (zak/fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: