
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara menuai pro kontra. Memengaruhi kebijakan terkait Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Eks Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu mengapresiasi pembentukan lembaga itu. Menurutnya, apa yang dilakukan Presiden Prabowo itu bagus.
“Idenya menurut saya bagus,” kata Didu dikutip dari YouTube Akbar Faizal Uncensored, Sabtu (22/2/2025).
Didu menuturkan pengalamannya. Beberapa saat setelah dilantik Sektetaris BUMN, ia didatangi Direktur Utama Bank Mandiri Agus Marto Wardoyo.
Saat itu ia heran, kenapa bankir seperti Agus ingin menemuinya. Saat itu pula, ia menyadari ada yang salah di Kementerian BUMN.
“Kementerian ini tidak benar, maka harus dibubarkan,” ujar Didu.
Didu kemudian menjelaskan, lembaga seperti BUMN memang tidak mestinya menjadi lembaga pemerintah. Tapi lembaga negara.
“Kalau ini jadi lembaga pemerintah, maka ini jadi tong sampah,” ucapnya.
Dengan dijadikannya Danantara sebagai super holding, ia mengatakan BUMN menjadi lembaga negara. Hal tersebut, kata dia juga dilakukan negara lain.
“China sebagai negara komunis, itu BUMN-nya lembaga negara. Bukan lembaga pemerintah. Temasek, yang 90 persen ekonomi Singapura ditentukan Temasek. Itu bukan lembaga pemeritnah. Hasanah, Malaysia. Yang sebagian besar ekonominya ditemtukan Hasanah, juga bukan lembaga pemerintah,” jelasnya.
Tiga negara itu, mengelola BUMN tanpa kementerian. Tapi dibawahi langsung oleh presiden.
“Tiga negara yang menjadikan BUMN menjadi pilar BUMN nya, tadi China, Hasanah, dan negara lain tidak ada namanya menteri BUMN,” imbuhnya.
(Arya/Fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: