
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, mengungkapkan praktik pungutan paksa yang dilakukan oleh sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) selama puluhan tahun.
Para PKL mengaku dipaksa membayar uang bulanan sebesar Rp 1 juta serta uang harian Rp 20 ribu sebagai biaya sewa lapak dan jaminan agar tidak ditertibkan oleh pihak berwenang.
Karsidi, salah satu pedagang yang telah lama berjualan di kawasan tersebut, menyampaikan bahwa sekitar 150 PKL harus menyetor uang kepada ormas setiap bulan dengan total mencapai Rp 225 juta.
“Kalau tidak setor ya ga bakal boleh jualan di sini,” ujarnya.
Meski keberatan, para PKL memilih membayar karena merasa aman dari gangguan penertiban.
Bahkan, beberapa waktu lalu, kepala keamanan Pasar Induk hampir menjadi korban kekerasan saat mencoba melakukan penertiban terhadap para PKL tersebut.
Sementara itu, pedagang resmi di dalam pasar menyatakan keberatan atas keberadaan PKL yang dianggap mengganggu dan sulit ditertibkan karena adanya perlindungan dari ormas tersebut.
Salah satu pedagang, Riki, berharap pemerintah dan aparat keamanan dapat segera menindak ormas yang melakukan praktik premanisme demi menciptakan suasana pasar yang tertib dan nyaman bagi semua pedagang.
Menanggapi kondisi ini, pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto memberikan kritik keras melalui akun X pribadinya, @giginpraginanto.
“Yang paling kaya bekingnya. Cuma duduk di belakang meja sambil membagi setoran ke para penguasa”, tulis Gigin dikutip X @giginpraginanto pada Kamis (15/5/2025).
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: