
Oleh: Yanuardi Syukur
(Peneliti Pusat Riset Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia)
Dalam sebuah pernyataan yang mengejutkan dan mengkhawatirkan, Pemimpin Partai Keagamaan Nasional-Zionisme Keagamaan sekaligus Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich (45 tahun), mengumumkan rencana penghancuran total Jalur Gaza dalam waktu enam bulan, disertai pemindahan massal warga Palestina ke negara ketiga (Times of Israel, 6/5). Pernyataan ini disampaikan pada Konferensi Pemukiman yang digelar di Ofra, pemukiman ilegal Israel yang terletak di bagian utara Tepi Barat yang diduduki Israel.
Smotrich menyatakan bahwa “sisa Jalur Gaza akan kosong,” sementara 2,3 juta warga Palestina akan “dipusatkan” di area sempit antara perbatasan Mesir dan pangkalan militer Israel. Dia menyebut bahwa orang Palestina akan “putus asa” dan akan mencari kehidupan baru di luar Gaza. Tak berhenti di sana, ia juga menegaskan niat Israel untuk mencaplok Tepi Barat sebelum 2026 dan menegaskan bahwa Israel tidak akan takut lagi dengan kata ‘penjajahan’—yang selama ini mereka hindari.
Pernyataan Smotrich adalah bukti nyata bahwa Israel tak lagi malu-malu menyatakan diri sebagai penjajah. Sejak lama pernyataan Smotrich tidak jauh dari sikap rasis, homofobik (benci dan takut terhadap Islam) dan kontroversial. Ia dikenal sebagai pendukung perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, penentang negara Palestina yang ekstrem, sekaligus pendorong pengusiran penduduk sipil Gaza dari Palestina.
Akan tetapi, sulit untuk mengusir orang Palestina. “Orang-orang Palestina memiliki hubungan yang kuat dengan tanah – mereka sangat terhubung dengan tanah mereka dan juga dengan laut. Bahkan, orang-orang di Gaza tidak dapat hidup tanpa menangkap ikan, tanpa bertani,” demikian tulis Kaamil Ahmed, Damien Gayle dan Aseel Mousa dalam ‘Ecocide in Gaza’ (Guardian, 29 Maret 2024).
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: