
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 7 persen menyita perhatian publik. Muncul berbagai spekulasi.
Salah satu yang menguat karena Presiden Prabowo Subianto sempat menyebut saham adalah bentuk perjudian. Itu dinilai menjadi sinyal negatif terhadap investor.
Namun benarkah demikian? Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai kejatuhan IHSG bukan salah satunya karena aspek hukum. Mengingat melemahnya budaya teknokrasi dan ketidakpastian hukum.
"Pemerintah justru mengutamakan aktor politik (politisi) dalam mengelola sektor strategis, alih-alih menempatkan teknokrat yang kompeten. Contohnya adalah pemilihan kepemimpinan di Danantara,” kata Hardjuno dikutip dari JawaPos, Rabu (19/3/2025).
Menurutnya, pasar butuh kepastian bahwa negara dikelola dengan baik. Mengingat praktik politik pragmatis yang makin menguat.
”Pasar butuh kepastian bahwa negara ini bisa dikelola dengan baik. Namun, sistem politik kita justru melahirkan lebih banyak politisi pragmatis dibanding teknokrat andal,” terang Hardjuno.
“Akibatnya, kebijakan yang diambil cenderung populis dan berorientasi jangka pendek, bukan berbasis efisiensi dan keberlanjutan fiskal,” tambahnya.
Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan (trading halt) akibat IHSG jeblok ke angka 5%, Selasa (18/3/2025).
Pembekuan sementara terjadi pada sesi I, pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS). Sesi I IHSG ditutup melemah di angka 395,87 poin atau 6,12 persen ke posisi 6.076,08.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: