Gapura Candi Bentar dipasang sebagai ornamen di gerbang Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Foto: Nur Fidhiah Shabrina/JPNN.com
FAJAR.CO.ID, BANDUNG - Sentuhan gapura pada gerbang kantor Pemprov Jawa Barat atau Gedung Sate di Jalan Diponegoro, Kota Bandung belakangan ini jadi sorotan. Keberadaan gapura itu memicu polemik di tengah masyarakat.
Perubahan gapura tersebut dinilai cukup mencolok setelah mendapat sentuhan Candi Bentar.
Merespons hal tersebut, Ahli Cagar Budaya, Tubagus Adhi ikut berkomentar. Dia menyebut, perubahan gapura di pintu masuk area Gedung Sate tidak salah, walaupun mengusung konsep Budaya Sunda.
Sebab, gerbang termasuk di pintu masuk area Gedung Sate bukan menjadi bagian dari cagar budaya. Mengingat, pemerintah membangun pagar Gedung Sate sekitar 1980-an, sehingga bukan oleh Kolonial Belanda.
"Enggak ada pagar waktu masa kolonial itu. Sekarang ada pagar, itu penting. Gimana kalau seperti kemarin, yang ada pagar di DPRD aja dibakar," kat Adhi, dikutip Minggu (23/11/2025).
Adhi menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyatakan boleh mengembangkan cagar budaya dengan penyesuaian kebutuhan saat ini.
Namun, pengembangan cagar budaya tidak boleh menghilangkan nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah bangunan. "Pagar itu penting bagi saya, tapi harus memberikan aksesibilitas bagi pejalan kaki termasuk difabel," ucap dia.
Ia menyebut sentuhan Candi Bentar pada gapura di pintu masuk area Gedung Sate ini tidak mengandung kesalahan.
Mengingat, arsitektur utama Gedung Sate, J. Gerber merancang gedung yang dominan warna putih itu mengusung konsep art deco dengan perpaduan tradisional dan kolonial. "Desain Gedung Sate itu kan gaya eksentrik ya atau bisa sebut Art Deco," tuturnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
















































