
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Di tengah banyaknya direksi dan komisaris BUMN terlibat kasus korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tak bisa lagi menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret bos BUMN. Larangan bagi KPK menangani kasus korupsi bos BUMN mulai dari anggota direksi, komisaris, hingga dewan pengawas BUMN berdasarkan aturan baru dalam Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) soal penindakan direksi dan komisaris BUMN yang tersangkut korupsi.
Di sisi lain, DPR yang membuat produk undang-undang tersebut justru mempertanyakan “imunitas” bagi anggota direksi, komisaris, dan Dewan Pengawas dari pantauan KPK.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai aturan berupa dalam UU BUMN yang memuat larangan bagi KPK untuk menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret bos BUMN akan membuat masyarakat meragukan penindakan korupsi. Sebab, BUMN dianggap sebagai badan yang mengelola uang dan aset negara, namun direksi dan komisarisnya tak masuk sebagai penyelenggara negara.
"Jadi mereka siapa? Swasta berarti mereka. Sementara kan ada badan usaha milik swasta juga. Kan itu ada namanya penyertaan modal negara BUMN," kata Nasir, Senin (5/5/2025).
Sekadar diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa lagi menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret bos BUMN mulai dari anggota direksi, komisaris, hingga dewan pengawas BUMN. UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menyebutkan bahwa direksi maupun komisaris perusahaan BUMN tidak lagi dihitung sebagai penyelenggara negara.
Klausul baru dalam UU BUMN yang baru disahkan oleh DPR beberapa bulan lalu ini dianggap aneh. Sebab, BUMN selama ini menggunakan dan mengelola uang negara sebagai penyertaan modal. Atas dasar tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor negara bisa melakukan pemeriksaan.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: