Banjir bandang beruntun yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam waktu hampir bersamaan meninggalkan jejak kehancuran luar biasa.
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Banjir bandang beruntun yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam waktu hampir bersamaan meninggalkan jejak kehancuran luar biasa. Hujan deras yang turun terus-menerus selama beberapa hari menyebabkan sungai-sungai meluap dan lereng perbukitan runtuh.
Skala kerusakan dan tingginya jumlah korban dinilai sebagai indikasi perlunya penguatan mitigasi dan sistem peringatan dini di daerah rawan bencana.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus mempertanyakan kemampuan peralatan deteksi dini yang dimiliki pemerintah.
"Apakah teknologi kita, peralatan kita, sudah bisa mendeteksi ini? Sehingga masyarakat ada kewaspadaan,” tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala BMKG dan Kepala BNPP/Basarnas di Senayan, Jakarta pada Senin (1/12/2025).
Ia menilai rangkaian bencana tersebut menunjukkan situasi yang tidak normal. Bahwa pemerintah perlu mengevaluasi kesiapsiagaan menghadapi bencana yang sering terjadi terutama saat terjadi anomali.
“Sebagaimana kita ketahui dan cermati bersama, hampir bersamaan terjadi banjir bandang yang sangat besar di Aceh, kemudian Sumatera Utara dan Sumatera Barat,” ujarnya.
Dari data yang diperoleh, Lasarus menyampaikan bahwa Aceh mengalami kerusakan berat dengan 14 jembatan putus dan 12 titik jalan terputus. Kondisi serupa terjadi di Sumatera Utara, dengan 57 titik ruas jalan rusak di wilayah seperti Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Sibolga. Sementara itu, Sumatera Barat mencatat sedikitnya 10 jembatan rusak dan korban jiwa akibat banjir bandang tersebut.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
















































