Analis politik, Agus Wahid.
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Bencana banjir bandang yang melanda berbagai wilayah di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh dianggap sebagai bencana ekologis terbesar dalam dua dekade terakhir.
Analis politik Agus Wahid menyebut tragedi tersebut jauh lebih dahsyat dibanding tsunami 26 Desember 2004 di Aceh.
“Banjir kali ini bukan hanya menelan korban manusia dalam jumlah besar, tetapi juga menghancurkan pemukiman, infrastruktur publik dan membinasakan ekosistem serta keanekaragaman hayati, terutama satwa,” ujar Agus kepada fajar.co.id, Minggu (7/12/2025).
Dikatakan Agus, apa yang terjadi bukan semata bencana alam, tetapi akibat kerusakan ekosistem yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
"Diksi pembantaian tak bisa dilepaskan dari tragedi banjir itu. Ratusan manusia disapu tanpa pandang usia, etnis, dan gender. Satwa dan ekosistem digulung musnah secara bersamaan,” tegas Agus.
Agus membeberkan data mengenai luas konsesi hutan yang dikeluarkan pemerintah dalam beberapa periode.
Ia menyebut, pada masa Menteri Kehutanan MS Kaban (2004-2009), izin konsesi hutan mencapai 589.273 hektare, pada masa Zulkifli Hasan mengembang menjadi 1.623.062 hektare.
Sedangkan era Siti Nurbaya (2014-2024) menurut Agus diwarnai penegakan hukum dan pencabutan izin yang bermasalah, sehingga konsesi tersisa sekitar 600-800 ribu hektare.
"Dengan menelusuri data administratif dan temuan lapangan, mudah menentukan siapa pihak yang paling obral izin konsesi," sebutnya.
Agus mempertanyakan keberanian negara untuk bertindak tegas terhadap para pemilik konsesi dan penerbit izin.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
















































