
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan Revisi UU TNI yang dilakukan DPR RI dengan pemerintah di hotel menuai reaksi negatif dari masyarakat. Pilihan itu dinilai sebagai langkah agar mereka bisa berkompromi dengan nyaman.
Pasalnya, dengan melakukan pembahasan RUU TNI, maka kalangan masyarakat sipil dan jurnalistik tidak bisa dengan mudah memelotito poin penting dalam pembahasan revisi tersebut.
Penilaian tersebut disampaikan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menduga alasan Komisi I dan pemerintah memilih rapat di hotel membahas revisi UU TNI ialah ingin mencari tempat nyaman berkompromi.
"Kompromilah yang biasanya jadi tahap puncak proses pembahasan legislasi khusus terkait dengan isu-isu krusial," kata Lucius melalui layanan pesan, Minggu (16/3).
Dia mengaku tidak percaya DPR membuat rapat di hotel membahas RUU TNI agar mudah beristirahat setelah kegiatan.
"Memilih rapat di hotel bukan karena sekadar ingin cari tempat yang nyaman untuk beristirahat, tetapi mereka justru cari tempat nyaman untuk berkompromi," lanjut Lucius.
Menurut dia, kompromi antara DPR dan pemerintah berpotensi terganggu apabila rapat RUU TNI dilakukan di Kompleks Parlemen.
Jurnalis dan masyarakat sipil, kata Lucius, bakal memelototi pembahasan berbagai daftar inventaris masalah di RUU TNI.
"Jadi kompromi memang pasti akan afdal di tempat tersembunyi, karena melalui kompromi bisa jadi ada banyak hal yang ditransaksikan," katanya.
Toh, kata Lucius, RUU TNI sejak awal memang fokus pada upaya yang menguntungkan militer semata, mulai dari perluasan penempatan prajurit di lingkup sipil sampai penambahan usia pensiun.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: