
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Akademisi asal Indonesia, Prof. Surya Mahdi dari University of Bristol, Inggris, mengkritik tajam praktik pendidikan yang tidak beres. Dia menyoroti kerja sama lembaga nonformal dan universitas asing yang hanya mengejar keuntungan.
Hal tersebut diungkapkan Surya, menanggapi pernyataan Peneliti dan Dosen Melanie Bitenzorgy yang baru-baru ini viral mengungkap kejanggalan ijazah Gibran.
Menurut Surya, banyak orang tua di Indonesia dimanfaatkan secara psikologis dan finansial. Mereka tergiur gelar cepat untuk anak-anak mereka.
Prof. Surya menyebut kementerian terkait lambat menyikapi tren ini. Ia menyebut Kementerian Pendidikan Dasar-Menengah dan Kementerian Pendidikan Tinggi kurang sigap.
Anak usia 16 tahun bisa langsung kuliah tahun ketiga di luar negeri. Padahal tidak punya ijazah resmi seperti SMP atau SMA.
“Anak saya masih di AS Level college. Tapi anak kenalan kami sudah kuliah tingkat tiga,” kata Prof Surya dikutip Sabtu, (27/9/2025).
Ia heran anak tersebut bahkan tidak tahu apa itu A Level atau IB. Tapi tetap diterima oleh universitas di Inggris.
Menurutnya, ada celah sistem yang dimanfaatkan. Beberapa universitas asing menjual program “franchise” pendidikan pra-universitas.
Program ini dijual ke lembaga nonformal di negara-negara seperti Indonesia dan Singapura. Lembaga itu bebas menerima siapa saja.
Tesnya dilakukan internal oleh lembaga pemegang franchise. Tidak ada cek ijazah SMP atau SMA.
“Siapa pun bisa ikut asal bayar dan lulus tes internal. Tidak ada standar resmi pendidikan,” jelasnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: