Muhammad Riszky (Guru dan anggota tim sekretariat Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia)
Oleh: Muhammad Riszky (Guru dan anggota tim sekretariat Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia)
FAJAR.CO.ID, OPINI -- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai dijalankan pemerintah sejak tahun 2025 telah menjadi salah satu program populer yang merupakan janji kampanye Prabowo-Gibran. Tujuan kebijakan tersebut untuk memastikan siswa mendapat gizi seimbang yang mendukung kesehatan dan masa depan generasi muda.
Terlepas dari tujuan yang baik itu namun tak dapat dipungkiri jika program ini juga tak luput dari berbagai kritik. Mulai dari anggaran yang sangat besar yang mencapai 300 triliun rupiah lebih, banyaknya keracunan makanan. Kemenkes RI dalam rilisnya menyatakan per Oktober 2025 jumlah kasus keracunan makanan MBG sebanyak 11.660 yang terjadi di 25 provinsi.
Namun yang tidak kalah penting untuk diabaikan yakni sampah makanan yang dihasilkan! Indonesia merupakan salah satu negara dengan penghasil sampah terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), tercatat pada tahun 2024 sekitar 39.36% atau sekitar 27, 3 juta ton dari total volume sampah yang dihasilkan merupakan sampah makanan.
Belum lagi data yang dirilis oleh BAPPENAS mengungkap jika sebanyak 184 kg per orang dalam setahun makanan konsumsi yang terbuang. Angkat tersebut jika mengacu dari Waste4Change setara 1,73 gigaton CO2 atau 7% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia dalam setahun.
Program MBG yang tujuannya baik ini bisa jadi akan menambah beban emisi dan timbulan sampah makanan yang berakhir di TPA di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga penting bagi guru di sekolah untuk memberikan literasi iklim dan meningkatkan kesadaran lingkungan bagi siswa.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:


















































