
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny terjadi pada Senin (19/9) sore sekitar pukul 15.00 WIB mengakibatkan 67 orang meninggal dunia dan 104 orang korban selamat.
Dosen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Ir. Ashar Saputra, menyatakan peristiwa ambruknya bangunan musala di pondok pesantren ini menjadi pengingat penting tentang perlunya kepatuhan terhadap peraturan teknis bangunan gedung, terutama bagi fasilitas yang digunakan masyarakat luas.
Dalam kacamata sipil, kata Ashar, bangunan publik sepatutnya memiliki kinerja yang sudah diatur dalam peraturan. “Untuk memastikan kinerja itu tercapai, terdapat sejumlah tahapan yang harus dipenuhi, termasuk proses perizinan melalui Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” kata Ashar, Rabu (8/10).
Ashar menjelaskan bahwa sudah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, termasuk juga PBG, yang menetapkan serangkaian tahapan evaluasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga fungsi bangunan. Ketika proses ini dilewati, maka tidak ada yang memeriksa struktur dan kekuatan bangunan dengan sesuai.
Akibatnya, kinerja bangunan bisa jauh dari standar keselamatan yang seharusnya. “Sayangnya, banyak lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang mendirikan bangunan tanpa melewati tahapan ini,” ujarnya.
Dari hasil pengamatannya, Ashar menilai kemungkinan besar bangunan mushola yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain.
Menurutnya, kondisi ini sangat berisiko karena struktur bangunan belum sepenuhnya stabil. Ia menduga proses pengecoran belum sempurna, padahal bangunan masih membutuhkan penopang.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: