
FAJAR.CO.ID, JOGJA -- Setelah gelombang protes yang merebak dalam beberapa minggu terakhir mencerminkan akumulasi rasa ketidakadilan: kebijakan lahir di ruang tertutup, biaya hidup melonjak, dan ruang demokrasi makin menyempit. Proyek-proyek besar terus mengorbankan kampung dan ruang hidup, sementara energi kotor masih dijadikan tulang punggung listrik nasional.
Banyak yang menyebutkan bulan September sebagai bulan “Hitam” setelah beberapa kejadian buruk yang terjadi selama ini. Di saat bersamaan, menurut Dian Paramita dari 350.org Indonesia, bulan September tahun ini dapat menjadi momen kita semua untuk bersuara. Sebab, pada bulan September, para pemimpin dunia akan bertemu di Sidang Umum PBB di New York.
Terlebih lagi, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan menyampaikan pidato di sana pada 23 September—penampilan langsung pertama presiden Indonesia di forum global tersebut dalam satu dekade. Setelah itu, enam minggu kemudian, mereka akan bertemu lagi di Brasil untuk pertemuan iklim PBB (COP30), di mana dunia akan menilai keseriusan setiap negara menghadapi krisis iklim.
Bagi Dian, ini adalah momentum penting bagi masyarakat di seluruh dunia untuk bersatu menunjukkan kekuatan dan perlawanan dalam mendesak para pemimpin dunia agar segera melakukan tindakan tegas dan nyata bagi keadilan dunia. Oleh karena itu, Draw the Line hadir sebagai gerakan global—dari Amazon hingga Pasifik, dari aksi massa, mogok kerja, hingga intervensi seni—untuk menarik garis tegas melawan ketidakadilan, polusi, dan kekerasan, serta memperjuangkan masa depan yang damai, adil, dan bersih. “Seruan ini adalah ajakan untuk mengambil kembali masa depan ke tangan rakyat,” tambah Dian.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: