
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset rampung pada tahun 2025. RUU itu pun sudah dimasukkan sebagai Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) tahun 2025 dan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI.
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyebut bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset tidak perlu lagi berlarut-larut. Karena Indonesia sudah memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk menyita aset pejabat yang kekayaannya tidak wajar.
“Nda usah menunggu UU perampasan aset,” ujar Ahok dikutip pada Kamis (18/9/2025).
Ahok mengingatkan, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi lewat UU Nomor 7 Tahun 2006.
“Pak SBY tandatangan nih, UU nomor 7 tahun 2006, di situ ada hasil ratifikasi konvensi PBB melawan korupsi,” sebutnya.
Dalam regulasi itu, kata Ahok, sudah jelas tercantum mekanisme illicit enlistment.
Artinya, jika pejabat negara memiliki kekayaan yang tidak sebanding dengan pajak yang dibayar, maka harta tersebut bisa langsung disita negara.
“Di situ ada pasal yang mengatakan illicit enlistment, jadi kalau ada pejabat negara, kekayaannya bertambah tidak sesuai dengan pajak yang dia bayar kira-kira itu ilegal," Ahok menuturkan.
"Itu bisa disita buat negara, gak usah nunggu-nunggu UU Perampasan Aset,” tambahnya.
Namun, persoalannya justru ada pada implementasi. Politikus PDI Perjuangan itu menyebut UU Nomor 7 Tahun 2006 hingga kini tidak pernah ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: